Jumat, 11 Mei 2012

Sosiologi Komunikasi - Media dan Ideologi Bangsa

A. Hubungan Antara Media dengan Masyarakat

Hubungan media dengan masyarakat sangat erat, begitupun sebaliknya. Berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat tidak pernah lepas dari media. Berikut adalah beberapa pandangan para ahli (Liliweri, tanpa tahun, hal. 1-6) 
Auguste Comte
Menurut pandangan Comte, masyarakat di analogikan sebagai organisme (bandingkan dengan hewan dan tumbuhan). Dengan analogi organism pada hewan dn tumbuhan itu maka masyarakat dapat di asumsikan memiliki struktur yang “menyeluruh” yang di bentuk oleh bagian bagian atau sub system. Sub system ini berubah sehingga mempengaruhi keseluruhan bagian/system. Perkembangan sub struktur dalam organisme itu sama dengan terbentuknya spesilisasi dalam masyarakat. Comte selanjutnya berpandangan bahwa peranan spesialisai dari setiap masyarakat terlihat dalam perubahan keragaman tujuan, tugas dan fungsi serta karakter dari masyarakat itu sendiri. Kaitan masyarakat sebagai organisme tersebut dengan keberadaan media massa yaitu :  Media massa dianggap sebagai salah satu sub sistem yang menjalankan salah satu tugas dan fungsi dalam masyarakat sebagai sistem yakni akan menyumbang stabilitas dan harmonisnya suatu masyarakat.  Aktifitas atau kerja media massa juga merupakan spesialisasi. Artinya, media hadir untuk memperbanyak diferensiasi atau keberagaman sosial dengan institusi lain yang ada dalam masyarakat. 
Herbert Spencer
Spencer dalam karyanya First Principels (1863), menegaskan , pada mulanya masyarakat itu bersifat homogeny (tidak beragam). Namun karena organismenya terus berkembang maka masyarakat menjadi heterogen (perubahan dari umum ke spesialisasi). Konsep Spencer tersebut menerangkan hubungan media dan masyarakat di mana gagasan spencer tersebut mendorong kehadiran sebagai spesialisasi dan jika media mau bertahan hidup maka harus ada perjuangan satu sama lain agar supaya hidup. Kehadiran media ternyata dapat membentuk suatu masyrakat massa, suatu masyarakat yang telah terbagi-bagi kedalam perilaku sendiri-sendiri tanpa memperhatikan nilai-nilai masyarakat pada umumnya. 
Ferdinand Tonnies
Salah satu gagasan yang di perkenalkan oleh Tonnies adalah “batas-batas sosial”(sosial bond). Masyarakat oleh Tonnies di sebutnya gemeinschaft dan geselschaf. Pada intinya, Tonnies memang kurang berminat pada gagasan Comte dan Spencer yang menganggap masyarakat sebagai organisme. Gagasan tentang gemeinschaft itu di ajukan untuk menunjukkan bahwa dalam masyarakat ada komunitas orang-orang yang memelihara kebersamaan dalam hubungan antar pribadi. Anggota dalam komunitas itu saling membutuhkan , resiprokal, dan memiliki sentiment yang sama. Gagasan tentang geselschaf menurut Tonnies, di cirikan oleh relasi-relasi sosial yang bersifat rasional atau berdasarkan kontak untu bekerja sama berdasrkan minat atau kepentingan yang sama. Hubungan pandangan Tonnies dengan media massa yakni bagi Tonnies, masyarakat media merupakan suatu bentuk dari geselschaf. Terlihta di mana kehadiran media sebagai organisasi merupakan suatu komunitas baru yang memiliki relasi yang bersifat impersonal dan anonymous/tanpa nama dan bentuk. Akibatnya, jika media massa ingin bertahn hidupdalam masyarakat maka relasi internal media dan relasi antar media dan masyarakat harus berada dalam situasi impersonal. Hanya dengan cara sperti itu media benar-benar tampil sebagai media yang tanpa memihak atau bebas dari kepentingan kelompok tertentu. 
Emile Durkheim 
Gagasan nya yang di kenal yaitu tentang solidaritas dalam masyarakat. Disbutkan bahawa solidaritas sosiallah yang membuat masyarakat itu menjadi harmonis. Ada 2 solidaritas sosial menurut Durkheim : solidaritas mekanis dan organis. Soldaritas sosial terbentuk karena adanya fungsi integrasi dalam setiap unsure masyarakat (atau spesialisasi) itu. Solidaritas mekanis adalah solidaritas bersama yang di bentuk oleh mereka yang mempunyai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai, orientasi bersama yang mendalam dan yang bersifat uniform (seragam). Sedangkan solidaritas organism di pahami sebagai solidaritas bersama yang di bentuk oleh mereka yang mempunyai seperangkat nilai dan orientasi bersama yang lebih rasional yang bekerja sama membentuk suatu masyarakat yang lebih modern. Relevansi pandangan Durkheim bila di hubungkan dengan media massa dan juga masyarakat massa yaitu bahwa kalau masyarakat itu makin heterogen maka media massa selalu mengambil bentuk pola isi media yang lebih cenderung heterogen pula. Akibatnya, kehadiran media massa dan pola isi media seperti itu akan dapat membagi masyarakat ke dalam isolasi psikologis karena pemberitaan media di dasarkan pada karakteristik audiens.

B. Hubungan antara Media dengan Ideologi Bangsa Untuk mengetahui bagaimana asumsi dan keyakinan dari suatu bangsa berkaitan dengan media massa yang berkembang dalam suatu bangsa yang bersangkutan serta memahami perspektif dari sistem media massa mereka, kita harus merujuk pada 4 teori pers berikut :
1. Teori Pers Otoritarian
Muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, setelah ditemukannya media cetak. Kebenaran dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat tetapi dari sekelompok kecil orang-orang bijak yang berkedudukan dan mengarahkan pengikut-pengikut mereka. Kebenaran di letakkan dekat dengan pusat kekuasaan ( di fungsikan dari atas ke bawah). Penguasa-penguasa kemudian menggunakan pers untuk memberi informasi kepada rakyat tentang keebijakan-kebijakan penguasa yang harus di dukung. Teori ini menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai dan mengendalikan seluruh media massa. Ciri pers otoritarian : • Kebenaran adalah milik pemegang kekuasaan. • Pers di atur oleh penguasa sehingga pers kehilangan fungsinya sebagai media control terhadap pemerintahan. • Isi pemberitaan harus mendukung kebijakan pemerintah dan tidak boleh membelot dari kepentingan penguasa. • Penguasa memiliki kewenangan untuk menyensor isi pemberitaan sebelum di cetak.  
2. Teori Pers Liberitarian
Teori ini berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan dan teori umum tentang rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha melawan pandangan yang otoriter. Di bawah teori liberal, pers bersifat swasta, dan siapapun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan media. Media di control dalam dua cara. Dengan beragam pendapat , “proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas gagasan” akan memungkinkan individu membedakan mana yang benar dan salah. Demikian juga dengan sistem hokum yang memiliki ketentuan untuk menindak tindaakan fitnah, senonoh, ketidaksopanan, dan hasutan dalam masa peperangan.
3. Teori Tanggung Jawab Sosial
Media harus memenuhi tanggung jawab sosial. Tanggung jawab ini merupakan evolusi gagasan praktisi media, undang-undang media, dan hasil kerja Komisi Kebebasan Pers dimana berpendapat bahwa selain bertujuan untuk memberikan informasi, menghibur, mencari untung, pers juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi. Teori ini mengatakan bahwa setiap orang yang memiliki sesuatu yang penting untuk di kemukakan harus di beri hak dalam forum dan jika media di anggap tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Pada dasarnya, ada 6 gambaran tugas pers di bawah teori Tanggung Jawab Sosial dan teori Libertarian : • Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang masalah-masalah yang di hadapi masyarakat. • Memberi penerangan kepada masyarakat sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri. • Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah. • Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan pembeli dan penjual barang atau jasa melalui media periklanan. • Menyediakan hiburan. • Mengusahakan sendiri biaya financial sedemikian rupa sehingga bebas dari tekanan-tekanan orang yang punya kepentingan. Asumsi utama dari teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung suatu tanggung jawab yang sepadan, dan media yang telah menikmati kedudukan terhormat dalam pemerintahan harus bertanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa sebagaimana lazimnya suatu masyarakat modern. Lalu bagaimana hubungan pers dengan pemerintah? Pemerintah tidak hanya mengijinkan kebebasan tetapi juga mempromosikannya. Pemerintah juga harus melindungi kebebasan setiap warga negaranya. Jika kebebasan media ingin terwujud maka pemerintah harus meminimalisir campur tangannya.
4. Teori Komunis Soviet
Soviet berpandangan bahwa tujuan utama media adalah membantu keberhasilan dan kelangsungan sistem Soviet. Media dalam sistem soviet dimilki dan di control oleh Negara dan hanya sebagai perpanjangan tangan Negara. Postulat teori ini antara lain : • Media sebaiknya tidak di miliki oleh pribadi • Media harus melaksanakan fungsi positif bagi masyarakat dengan melakukan sosialisasi norma yang di inginkan, pendidikan informasi dan mobilisasi. • Media harus tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat/audiensnya. • Media hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan luar negeri. • Masyarakat berhk melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah atau menghukum setelah terjadinya peristiwa,publikasi yang anti masyarakat.
5. Teori Media Pembangunan. Prinsip utama teori ini :
 • Media seyoyanya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan dengan kebijaksanaan yang di tetapkan secara rasional. • Kebebasan media seyogyanya di batasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan kebutuhan pembangunan masyarakat. • Media perlu memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional. • Para wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya. • Bagi kepentingan tujuan pembangunan, Negara memiliki hak untuk campur tangan dalam, atau membatasi, pengopersian media serta saran penyensoran dan pengendalian langsung dapat di benarkan.
6. Teori Demokratis-Partisan
Teori ini menolak keharusan adanya media yang seragam, desentralisasi, mahal dan di kendalikan oleh pemerintah. Teori ini lebih condong pada keberagaman, skala kecil, lokalitas, de-institusionalisasi, pertukaran peran antara pengirim dan penerima, hubungan komunikasi horizontal pada semua tingkat masyarakat dan interaksi. Dalm teori ini, terdapat campuran beberapa teoritis, termasuk liberalism, utopianalisme, sosialisasi, egalitarialisme, dan lokalisme. Lembaga media yang membangun sesuai teori ini akan terlihat lebih sesuai dengan kehidupan sosial di masa akan datang dan akan lebih langsung mengendalikan audiensnya.dengan menawarkan berbagai kesempatan perolehan dan keikutsertaan atas persyaratan yang di tetapkan oleh para pemakainya ketimbang para pengendaliannya.

KOMENTAR
 Media dan masyarakat, adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan lagi yang mana memiliki hubungan yang sangat erat. Media sebagai control sosial hendaklah berperan sebagaimana mestinya. Berjalan haruslah sesuai dengan fungsi dan tujuannya tanpa mengutamakan individu, kelompok, lembaga/instansi tertentu. Dalam kaitannya dengan Ideologi Bangsa, media berperan penting dalam ikut menentukan corak, bentuk warna dan struktur sosial politik dari suatu bangsa di mana media itu beroperasi. Karena itu kita mengenal adanya teori Otoritarian, Libertarian, Tanggung Jawab Sosial, Soviet Komunis, Media Pembangunan dan Teori Media Demokrasi-Partisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar